loading...
Graphene aerogel, memiliki bobot 7,5 kali lebih ringan dari udara, satu meter kubik volumenya hanya seberat 160 gram. Berat ini sekitar 12 persen lebih ringan dari bahan paling ringan kedua di dunia, aerographite, dan kita dapat menempatkan 1 cm kubik material ini pada kelopak bunga dandelion. Jika dibandingkan dengan air, maka masa jenis air sekitar 1.000 kali lebih tinggi.
Saat ini silika aerogel (gambar di atas) merupakan material paling umum digunakan untuk mempelajari tipe-tipe dan sifat aerogel. Pada 2013, graphene aerogel tercatat memegang rekor sebagai material paling ringan di permukaan bumi. Dan proses produksinya jauh lebih mudah karena para ilmuwan baru saja menemukan cara untuk mencetaknya menggunakan printer 3D.
Dijuluki sebagai 'asap beku', aerogel terlihat seperti gas dan pada kenyataannya juga memiliki berat dan kepadatan gas, namun faktanya material ini adalah padatan, bersifat sangat fleksibel, konduktif, dapat dikompres, dan dapat berfungsi sebagai adsorben. Sifatnya yang aneh dan unik menjadikan para ilmuwan tertarik untuk mengeksplorasi potensi untuk diaplikasikan dalam segala hal dari jubah tembus pandang hingga pembersih lingkungan. 1 gram aerogel dapat menyerap material lain seperti minyak hingga 900 kali beratnya. Dengan demikian biaya produksi yang murah dan efisien menjadi tujuan para peneliti saat ini agar dapat dibuat secara masal.
Graphene aerogel, balancing on a flower. Credit: Zhejiang University
Saat ini, para ilmuwan dari State University of New York dan Kansas State University menjelaskan bagaimana mereka telah berhasil menggunakan teknik cetak 3D untuk mencetak material tersebut dengan proses otomatis, dan setiap bagian keluar sangat seragam dan sempurna. Graphene sendiri adalah material dua dimensi, dengan ketebalan lapisan satu atom karbon murni, terikat erat membentuk struktur sarang lebah heksagonal. Untuk menghasilkan graphene aerogel, pada dasarnya yang harus dilakukan adalah dengan metode pembekuan kering lapisan graphene dan menyusunnya ke dalam struktur tiga dimensi.
Menemukan teknik bagaimana cara menggabungkan graphene aerogel dengan teknologi print 3D bukanlah sesuatu hal yang mudah. Proses pencetakan graphene adalah suatu proses yang sulit. Biasanya, untuk print 3D aerogel, bahan inti dicampur dengan bahan lain seperti polimer, sehingga dapat didorong keluar menggunakan printer inkjet. Ketika struktur selesai dicetak, polimer dihilangkan dengan proses kimia. Dalam kasus graphene aerogel, proses ini akan merusak struktur yang halus tersebut.
Solusinya adalah oksida graphene, yang merupakan bentuk graphene dengan molekul oksigen terikat padanya. Dengan mencampurkan senyawa ini dengan air dan meletakkannya di atas sebuah permukaan yang didinginkan sampai -25°C, para peneliti dapat membekukan lapisan graphene, dan membentuk aerogel tiga dimensi yang disangga oleh es. Setelah proses konstruksi selesai, es 'perancah' dihilangkan dengan menggunakan nitrogen cair denga proses pembekuan kering air tanpa merusak struktur aerogel. Material tersebut selanjutnya dipanaskan untuk menghilangkan atom oksigen, yang hanya menyisakan graphene aerogel. Padatan yang dihasilkan memiliki kepadatan mulai dari 0,5 kg per meter kubik hingga 10 kg per meter kubik. Aerogel paling ringan yang pernah diproduksi memiliki berat sekitar 0,16 kg per meter kubik (dibandingkan dengan air dengan berat 1.000 kg per meter kubik). Proses tersebut lebih jelasnya dapat dilihat di bawah:
Source: sciencealert.com
loading...
0 Response to "Printer 3D Kini Bahkan Dapat Mencetak Material Paling Ringan di Dunia; Graphene Aerogel"
Posting Komentar