Salah Satu Misteri Polimer Konduktor, Kini Terpecahkan

loading...


Material yang dikenal sebagai polimer terkonjugasi saat ini menjadi kandidat yang sangat menjanjikan untuk aplikasi di bidang elektronik, seperti material kapasitor, dioda, sensor, LED organik, dan perangkat termoelektrik. Namun, kendala utama yang dihadapi hingga saat ini adalah tidak ada yang dapat menjelaskan bagaimana material ini dapat mengkonduksi arus listrik, atau memprediksi bagaimana sifat-sifat polimer tersebut ketika digunakan dalam suatu perangkat.

Namun saat ini para peneliti dari MIT dan Brookhaven National Laboratory telah dapat menjelaskan bagaimana pembawa muatan listrik dapat bergerak dalam senyawa ini. Hal ini berpotensi membuka penelitian lebih lanjut tentang pemanfaatan polimer konduktor tersebut. Publikasi yang menyajikan temuan baru ini diterbitkan dalam jurnal Advanced Material. Polimer terkonjugasi jika dilihat dari susunan kristalnya tergolong antara material kristal dan amorf sehingga menyebabkan kesulitan dalam menjelaskan cara kerjanya. Material kristalin memiliki keteraturan susunan atom atau molekul yang sempurna, sementara material amorf memiliki susunan atom atau molekul yang tidak teratur atau acak. Dengan demikian, polimer konjugasi memiliki keteraturan di antara kedua karakteristik tersebut, di mana ada bagian yang tersusun rapi yang bercampur dengan bagian acak.

Beberapa pemodelan telah dilakukan untuk menjelaskan bagaimana material-material ini bekerja, namun belum ada yang dapat menjelaskan dengan detail. Para peneliti ini menunjukkan hubungan antara ukuran kristal dengan properti elektrik material. Dengan kata lain semakin besar ukuran partikel material kristalin, maka semakin baik sifat elektronik polimer. Itu karena bagian tersulit dari proses konduksi pada material tersebut adalah apa yang terjadi ketika pembawa muatan, dalam hal ini ion, atau atom bermuatan, mencapai bagian tepi salah satu domain dan harus melompat ke domain yang lain.

Pada material bulk, ion-ion dapat bergerak ke segala arah. Namun dalam polimer ini yang dapat menjadi sangat tipis, hanya sedikit domain kristalin terdekat yang memungkinkan bagi ion untuk dapat melompat. Dengan sedikitnya pilihan tempat melompat tersebut, proses konduksi menjadi lebih efisien. Oleh karena itu, semakin tipis polimer, semakin baik pula proses konduksi, meskipun tidak ada perubahan struktur material.


Diagram menunjukkan kemungkinan orientasi rantai polimer PEDOT relatif terhadap permukaan substrat, pada percobaan yang dilakukan oleh tim MIT.

Pada penelitian-penelitian sebelumnya yang memodelkan sifat elektronik dari polimer-polimer lebih banyak fokus pada sifat kimianya, tidak memperhitungkan kristalinitasnya. Akibatnya, pemahaman tentang sifat listrik dari bahan-bahan tersebut tetap tidak lengkap bahkan setelah penelitian selama beberapa dekade. Varanasi, asosiet profesor dari teknik mesin berharap dapat mengembangkan material di mana sifat elektronik dan termalnya dapat dikontrol dengan bebas. Penelian yang diharapkan selanjutnya adalah pengembangan interface organik-anorganik karena dapat memberikan banyak fitur baru yang tidak diperoleh dari material bulk. Varanasi menjelaskan bahwa selama ini konduktivitas listrik dan termal suatu meterial saling mempengaruhi, jika kita dapat mengatur sifat konduktifitas termal dan elektronik secara terpisah maka aplikasi material akan lebih luas, fleksibel elektronik dan fotonik, termoelektrik, serta cloaking termal dan listrik.

Para peneliti menganalisis salah satu polimer terkonjugasi yakni Poly(3,4-ethylenedioxythiophene) atau yang dikenal sebagai PEDOT, diketahui memiliki kombinasi sifat yang menjanjikan yakni konduktivitas listrik dan stabilitas yang baik. Informasi mengenai kemampuan polimer dalam menghantarkan arus diperlukan untuk menilai potensi pemanfaatannya di berbagai aplikasi. Pertama kali dikembangkan, sebuah polimer konduktor memiliki konduktivitas antara 1 dan 10 Siemens per sentimeter (S/cm). Seiring dengan penelitian lebih lanjut, konduktivitas polimer mencapai 100 S/cm. Dengan analisis metode yang dilakukan oleh tim ini, konduktivitas material diperoleh lebih dari 3.000 S/cm. Dengan manjadikan polimer sebagai lapisan ultra tipis, akan memperkuat mekanisme peloncatan ion, sehingga akan diperoleh suatu keadaan ultrakonduktif.

Material semikonduktor lain yang telah diaplikasikan secara luas memiliki nilai konduktifitas lebih tinggi, seperti indium-tin-oxide (ITO) yang mencapai 8000 S/cm. Namun material tersebut kaku dan rapuh, sedangkan polimer sangat fleksibel, berpotensi untuk aplikasi pada perangkat yang dapat melengkung atau fleksibel. Meskipun penelitian ini dilakukan dengan menggunakan PEDOT, Penemuan ini seharusnya dapat digeneralisasikan untuk semua polimer terkonjugasi. Struktur Polimer terdiri dari rantai panjang, sedangkan polimer terkonjugasi adalah polimer yang memiliki setidaknya satu backbone yang terdiri atas ikatan kimia ganda dan tunggal berselang-seling, sehingga polimer tersebut bersifat konduktif.

Pedot memiliki tiga sifat penting, konduktor listrik, transparan, dan fleksibel. Sehinnga ke depannya material polimer ini dapat diaplikasikan pada sel surya, display, dan layar sentuh fleksibel. Penelitian ini merupakan langkah signifikan dalam pengembangan dan pemahaman tentang film polimer konduktif. Target selanjutnya adalah menghasilkan polimer dengan konduktivitas yang menyamai semikonduktor konvensional seperti ITO.

Source: phys.org
loading...

Subscribe to receive free email updates:

0 Response to "Salah Satu Misteri Polimer Konduktor, Kini Terpecahkan"

Posting Komentar